Saat Guru Merasa Gugup

Jam 09.00 pagi saya dihubungi via sms oleh pihak Primagama Solo untuk mengaajar matematika di kelas XII IPS. Sesaat setelah saya mebaca sms, saya melihat schedule saya di hari Kamis itu. Yups, kebetulan Kamis sore belum ada agenda, sehingga saya bisa mengisinya dengan mengajar di Primagama. Tanpa banyak pertimbangan lagi, saya langsung menyanggupinya. Beberapa saat kemudian, saya iseng membaca kembali sms dari pihak Primagama. Betapa terkejutnya saya ketika saya menyadari bahwa ternyata saya diminta untuk mengajar kelas XII. Saya di awal memang tidak ‘ngeh’ dengan isi sms. Saya hanya melihat waktunya saja yang langsung saya sesuaikan dengan agenda saya sore itu.  Namun kemudian saya berusaha tenang. Saya yakin, walaupun saya baru lulus belum lama ini, saya mampu mengajar matematika kelas XII IPS. Toh, ketika saya masih mahasiswa dulu, saat saya praktik mengajar, saya memegang kelas XII IPA, kelas yang seharusnya tidak dimasuki oleh mahasiswa yang sedang praktik lapangan, mengingat kelas XII sebentar lagi menghadapi UAN, apalagi kemampuan mahasiswa yang masih dipertanyakan. Tapi saya sendiri tidak tahu mengapa saya ditempatkan di kelas yang ‘bergengsi’ itu.

Sebelum dzuhur rencananya saya akan mengambil modul kelas XII IPS di kantor Primagama Manahan. Karena kesibukan, akhirnya setelah dzuhur sekitar jam 2 siang saya baru bisa mengambilnya. Dan itu pun ternyata saya tidak sempat mempelajarinya karena kesibukan mempersiapkan keperluan UAS Sekolah saat itu. Setelah pulang dari sekolah, jam 4 saya berangkat ke Primagama Manahan dengan jalan kaki. Terus terang hati saya dag dig dug karena ini adalah pengalaman saya pertama kali ngajar kelas XII di Primagama. Kalau di sekolah mungkin saya tidak terlalu khawatir. Karena asumsi saya, menjadi tentor itu memiliki beban yang lebih berat terkait penguasaan materi dibandingkan guru di sekolah. Logikanya, ketika siswa tidak merasa faham dengan penjelasan guru di sekolah, mereka akan lari ke lembaga bimbingan tempat dimana ia belajar tambahan.

Setelah sampai di Primagama, hati saya belum tenang. Bunyi bel masuk membuat hati saya semakin tidak karuan. Hmm, sudah ada 2 siswa putra di kelas. Lalu disusul kemudian 2 siswa putra lainnya. Pembelajaran saya awali dengan perkenalan singkat. Saking groginya, beberapa kali saya mengalami salah ucap atau dalam istilah lainnya ‘slip tongue’. Saya berusaha untuk tetap tenang. Tiba-tiba salah seorang siswa bertanya: “Bu, sejak kapan ngajar di Primagama?” entah pertanyaan itu bersifat mengejek atau apa, yang jelas, saya bingung harus menjawab apa, kalau saya jawab dengan jujur bahwa saya baru mengajar kali kedua di primagama, tentu akan lucu, kemungkinan mereka tidak akan menaruh kepercayaan kepada saya, seorang tentor yang masih bau kencur, bahkan baunya teramat sangat kencur. Baru mengajar koq udah berani megang kelas XII. Begitu mungkin kira-kira tanggapan anak-anak jika saya jawab terlalu jujur. “Baru semester ini saya ngajar di Primagama.” Pas, tidak mengada-ada dan jujur. Kok bisa? Iya, saya pertama kali mengajar primagama di kelas X SBI, pas dua pekan saat saya sekarang ngajar XII IPS, dan itu adalah pertama kali ada jam matematika di kelas X SBI selama satu semester ini. Sehingga jelas, saya tidak mengada-ada. Dan tentunya saya masih bisa mempertahankan kejujuran saya. Hehe..

“Berarti tentor baru donk, Bu.” Tanya siswa lagi. “Iya.” Jawab saya sekenanya. “Wah Bu, kalau tentor baru biasanya ngajarnya nggak enak!” Deg, hati saya agak tersinggung. Siswa itu mengucapkan itu dengan nada yang tidak mengenakan hati. Tapi tak apalah, namanya juga anak-anak. Bathin saya saat itu. “kita lihat saja nanti!” jawab saya spontan.

Di awal Pembelajaran memang berlangsung lancar, tapi saya merasa kalau saya benar-benar gugup. Tahukah Anda, apa yang membuat saya gugup? Baiklah, akan saya ceritakan kepada Anda. Sebelum pembelajaran dimulai, pasca perkenalan, seorang siswa yang bolak balik bertanya tadi, yang mengklaim bahwa tentor baru itu biasanya kalau mengajar nggak enak itu, menyodorkan sejumlah materi yang harus dibahas pada pertemuan itu juga. Materi yang disodorkan tidak main-main, tergolong susah untuk dipelajari. Tentang integral, cara menghitung luas daerah yang berada di atas sumbu, di bawah sumbu dan diantara dua kurva. Saya harus mengingat-ingat mata kuliah Kalkulus saat itu juga. Saya benar-benar tidak tahu harus bagaimana saya memulainya. Dengan kemampuan improvisasi saya, saya mengajak mereka untuk mendalami integral dasar dulu sebelum memasuki aplikasi integral(halah-halah..padune..padahal grogi..jadi penginnya yang ringan-ringan dulu. Hehe..). Hhh, akhirnya lega  juga. Siswa itu nampaknya semakin gerah dengan ‘ulah’ saya yang mengulur-ulur materi. Saya pribadi juga semakin tidak tenang, karena materi dasar integral sebentar lagi sudah selesai, padahal wktu mengajar masih lama, ini berarti mau tidak mau saya harus membahas aplikasi integral.

Untuk mengurangi rasa gugup, saya kembali mencoba berimprovisasi. Saya memberikan soal tebakan kepada mereka. Soal tebakan yang ada kaitannya dengan matematika, soalnya logis tapi agak nyleneh. Dan ini ternyata benar-benar memancing perhatian mereka. Mereka benar-benar tertarik bahkan berencana akan menularkan ke teman-teman di sekolah. Tentu saja sikap mereka ini membuat saya merasa rileks dan lebih tenang, bahkan hampir 100% rasa gugup saya hilang. Ketika saya memberikan klu jawaban dari tebakan saya tadi, rasa gugup saya benar-benar hilang 100%.  Suatu saat saya akan memposting soal tebakan saya tersebut di blog ini.

Setelah tenang, dan merasa rileks, barulah saya berani memulai menjelaskan aplikasi integral. Perasaan tenang dalam hati saya ternyata mampu membuat saya menjadi seorang tentor yang kelihatan handal saat itu. Berbagai macam soal terkait aplikasi integral berhasil saya pecahkan. Bahkan, penjelasan saya bisa mereka fahami. Ini benar-benar membuat saya semakin merasa rileks.

Tidak terasa jam pembelajaran berakhir, satu per satu siswa keluar. Siswa yang di awal bolak balik bertanya dengan pertanyaan dan pernyataan menguji dan agak mengejek, sekarang kembali bertanya, tapi bukan pertanyaan mengejek, apalagi menguji. Sungguh ini pertanyaan yang mengagetkan saya:” Ibu pekan depan masih ngajar kelas ini tho?” Hmm, betapa bahagianya saya, ternyata saya dirindukan juga. Hehe..piiz..^_^

Leave a comment